Oleh: Siti Rokhanah
Kala itu pagi menyapa
Pada tiap-tiap dada manusia
Kicau burung tergantikan oleh riuh anak ayam
Yang seolah memainkan nada indahnya: walau menurut mereka sendiri
.
Dihadapkan aku pada lembar langit
Membiru bercampur petang juga intaian mentari
Datang angin mencoba mengajakku menari
Tapi aku enggan mengikuti, hanya ingin disini: berdiri
Embusnya menikung ke kepala juga telinga
Membungkus kelu ke dalam cangkang syahdu
Lalu kadang membawa ke alam bawah sadarku.
Ehm ... ,
Ada denting remuk kaca yang mengadu
Ada rintih ronta nan membayang muka
Ada pula wajah tegar dibalik tabirnya
Di hatimu
Di hatiku
Di pikirmu
Di pikirku
Membentuk memori dunia kita: Aku, Ayah, dan Bunda
.
Tapi ..., kenapa datang para pengacara?
Tiba-tiba mewarta bak rakyat demo di negeri antah berantah
Kata orang, Ayahku berisik: seperti riuh pagi itu
Kata orang, Ayahku tak bermakna: tak lihai membina
.
Dan ..., disadari atau tidak: itu menjalar ke ranah pikirku
Tapi, ada satu yang begitu mengena
Kata orang ...,
Ayahku tak bertuan pada-Nya.
sumber kbm
0 comments:
Post a Comment