Home » , » LOVE Mushola

LOVE Mushola

Posted by E-Learning on Sunday, June 21, 2015

Udara malam terus mengiringi lantunan suara ayat suci Al-Qur’an yang mengalun indah terdengar semakin nyaman dan semakin sulit untuk membuka mata. Alunan ayat-ayat Al-Qur’an membawaku ke alam bawah sadar yang semakin dalam, seolah terhipnotis akan keindahan syair-syairnya. Perlahan suara itu hilang, tubuh ini terasa tergoyang. Semakin lama, semakin kencang membuat mataku terbuka dan akupun terbangun dari tidur.

“Mush, Mushola bangun. Udah adzan loh, sholat dulu gih!” Seru lembut wanita cantik yang tanpa sadar sudah lama menggoyang-goyangkan­ tubuhku itu.
“Iya.”jawabku singkat dan pelan.


LOVE Mushola
Dengan rasa kantuk yang masih menempel aku mengambil air wudhu, kemudian kita melaksanakan sholat subuh berjama’ah. Seusai sholat dan do’a, aku melontarkan pertanyaan yang selama ini kian menjalar di syaraf otakku.





“Bagaimana bisa aku memiliki nama yang semua temanku pikir itu tidak gaul, tidak modern dan aneh? Apa tidak ada lagi nama lain selain Mushola? Setiap hari aku dibully di sekolah hanya karena nama itu yang aku anggap wadah kesedihan.” Aku mengeluh padanya dan tertunduk bingung.

“Orangtua tidak akan memberi nama tanpa arti, pasti ada makna disetiap nama yang orangtua berikan, dan orangtua memberi nama pada anaknya adalah nama yang sebaik-baiknya.Ya, termasuk namamu.”

Pagi itu Marisa bergegas menyiapkan perlengkapan kuliahnya, tepat pukul 07.00 ia pergi ke kampus padahal jam kuliah masuk pukul 10.30, dan jarak antara kost dengan kampusnya tidak sampai 5 KM. Tapi begitulah kebiasaan Marisa setiap hari, meski jam kuliahnya siang, pagi, sore, tetap saja ia berangkat pagi.

Sesampainya di kampus tempat pertama ia tuju adalah tempat favoritnya, bahkan sudah ia nobatkan sebagai rumah kedua, yaitu Mushola. Tempat yang bisa dibilang sempit, tidak seluas ruangan kelas dan sebagus ruangan-ruangan lain di kampus, namun baginya hanya tempat itulah bisa tercurahkan semua rasa hatinya.

Pada tertera tulisan batas suci, Marisa berhenti sejenak melepaskan sepatunya berwarna merah jambu bermotif bunga. Sepatu yang menurutnya sangat unik, tidak ada satupun temannya memiliki sepatu persis model dan motif unik itu. Benda kesayangan dimilikinya, buah tangan temannya dari Turkey, lalu ia letakkan dengan rapi di dalam rak kayu sebagai tempat penyimpanan alas kaki. Hatinya ingin segera menyentuh air wudhu membasuh sebagian anggota tubuh untuk melaksanakan sholat duha dua raka’at dan disambung membaca kitab suci Al-Qur’an dengan fasih.

Ketika bibir Marisa sedang menikmati bacaan makhraj Al-Qur’an serta pikiran dan kalbu mengartikan tiap makna ayat yang terkandung, ada suara yang mengalihkan dirinya, terdengar takbir dari tempat sholat ikhwan. Suara takbir melalui rambatan gelombang dan getaran hingga menghasilkan bunyi yang sangat jelas dari balik sekat kain berwarna coklat muda itu, juga berfungsi pemisah tempat sholat laki-laki dan perempuan. Hati Marisa bergetar mendengar takbir itu, sungguh takjub dengan ikhwan yang sedang melaksanakan sholat duha tersebut, karena ia pikir sangat langka di zaman seperti kembali Jahiliyyah ini melihat ikhwan apalagi anak muda yang rela menyisihkan waktu dipagi harinya untuk melaksanakan sholat duha.

Marisa melanjutkan membaca ayat suci Al-Qur’an, kali ini ia baca dengan pelan selama ikhwan itu melaksanakan sholat,karena ia takut membuyarkan kekusyu’an sholat ikhwan tersebut. 

Sesekali Marisa mengintip dari bawah kain pembatas tempat sholat yang tidak sepenuhnya menyentuh lantai, memastikan apakah ikhwan tersebut sudah keluar atau belum. Pikiran khayal Marisa memuncak seketika, andai saja ikhwan itu menjadi imamku kelak, mungkin aku adalah orang yang paling beruntung di dunia ini, begitulah pikiran nakal Marisa, seketika ia sadar langsung beristighfar.

“Astaghfirullah, mikir apa sih kamu ini Marisa.” gerutunya pada diri sendiri sembari mengelus dada. Terkadang, menjomblo selama 9 tahun membuat Marisa resah tentang jodoh, namun ia punya obat ampuh untuk melipur gundahnya. Marisa berteguh pada firman Allah dalam surat (An-Nisaa 4:1) yang artinya :

“Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali.”

Ayat tersebut yang membuat Marisa semakin istiqomah dengan kesendiriannya, selalu menundukan pandangan jika berpapasan dengan bukan mahramnya, tetap optimis bahwa Allah telah menyiapkan jodoh untuknya, tanpa ia mendekati laki-lakipun suatu saat nanti pasti Allah mempertemukan pendamping hidup yang diridhoi-Nya.

Bagaimanapun juga Marisa adalah perempuan layaknya perempuan lainnya, yang bisa jatuh cinta pada siapa saja yang ia rasa baik dimata dan hatinya. Selama ini Marisa memendam perasaan cinta pada laki-laki yang ia kenal di sebuah group dakwah di media sosial Facebook, entah mengapa setiap laki-laki itu memposting berbau agama Islam, muncul perasaan kagum dalam hati Marisa. 

Tutur katanya yang santun, pola pikirnya yang matang, dan kecintaanya kepada Allah membuat Marisa merasa nyaman jika sharing dengannya. Keluluhan hatinya tak membuat rasa cinta Marisa kepada Allah menjadi pudar, prinsip masalah cinta dalam hidupnya ialah cinta sebelumnya menomorsatukan Allah SWT.

Sepulang dari kampus Marisa merebahkan tubuhnya di atas kasur mungil kamar kostnya, guna menghilangkan kelelahan dan kepenatan setelah seharian beraktifitas ditambah tugas kuliah yang menumpuk.

Dalam istirahatnya diselingi dengan menyalakan laptop putihnya lalu membuka akun Facebook sekedar refreshing. Ia melihat banyak notification. Diantaranya nick name Muhammad Faridz mengirim sesuatu di group dakwah itu. Dengan penuh energi, terasa semangat Marisa terisi kembali membuka notification tersebut. 

Di sana tertulis “Wahai An-Nisaa, tak bisa kulihat raut wajahmu, tapi aku berharap kaulah jodohku, kau yang memberi penenang jiwa, kau penawar rindu, kau yang mampu melepas rasa penat di pikiranku, suaramu membuat kalbu ini sejuk, kau yang di sana semoga Allah selalu melindungimu.” Begitulah bunyi postingan Faris laki-laki yang berhasil membuat Marisa kagum. Postingannya dibanjiri jempol dan komentar. 

Marisa yang biasanya ikut andil memberikan like dan comment, namun saat itu ia hanya terpaku, kadar antusias kepadanya menurun. Ternyata laki-laki yang selama ini ia kagumi sudah terikat hatinya dengan perempuan lain, mungkin terasa remuk setelah luka yang menyayat hati dan kepedihan menyulap keheningan seisi kamar kost Marisa.
Jemarinya memainkan tombol keyboard, saat proses loading tiba-tiba ada satu pesan.
“Assalamu’alaikum ukhti?” Marisa kaget, pesan itu dari Faridz, tidak biasanya ia mengirim pesan. Aneh.Paling-paling kalau chatting Marisa yang terlebih dahulu mengirim pesan, itupun dalam konteks yang serius seperti bertanya seputar agama, politik dan lain-lain.

Terlintas dipikirannya untuk tidak membalas tapi tidak ada alasan untuk tidak membalas. “Wa’alaikum salam akhi, ada apa?” Marisa tidak hanya menjawab salamnya, terpaksa ia tanya dan berharap penasarannya segera mereda karena Faris yang mengirim message terlebih dahulu. Membalas pesannya

“Ukhti nanti mau ikut?” tanya laki-laki yang bernama Faris itu.
Jantung Marisa semakin berdebar, “Ada apa ini?” kalimat itu berulang kali diucap dalam hatinya.
“Ikut kemana akhi?” jawab Marisa.
“Loh, ukhtienggak tahu ya? Besok kan seluruh member group dakwah mau silaturahmi di Masjid Alun-alun Bandung. Ukhti ikut kan? Ada Ustadz Felix Siaw juga, sayang kalo enggak ikut.”Bujuknya.

Hati Marisa yang tadinya berdebar berubah jadi normal kembali, Marisa pikir Faris mengajak Marisa kemana, ternyata dia hanya jarkom acara silaturahmi.
Marisa tertawa kecil dan tersipu akibatkekonyolan dan ke GR-an sendiri. “Iya akhi, insya Allah kalo saya ada waktu, saya datang.” Marisa memberikan emotion senyum, tetapi pada kenyataannya ia dirundung kesedihan karena postingannya.

“Baik ukhti, semoga ada waktu dan bisa datang.”Balasnya. Marisa tak balas lagi pesannya.

Postingan Faris selalu mengusik pikirannya, bagaimana tidak, disaat pertamakalinya Marisa menaruh hati pada seseorang, disaat itu pula Marisa harus dengan spontan mengambil kembali hatinya. Seseorang yang ia kagumi sudah menjadi milik orang lain. Untung, Marisa cepat sadarkan diri bahwa jatuh cinta itu harus karena DIA bukan karena dia. Jodoh seperti apapun yang DIA berikan harus diterima dengan ikhlas.

“Mungkin Faris bukan jodohku, ya sudahlah.” ucap pasrah dalam hati Marisa berusaha mengobati diri sendiri.
Keesokan harinya Marisa bersiap-siap hendak pergi menghadiri silaturahmi group dakwah itu, kebetulan hari itu ia libur kuliah, jadi tiada satu alasan untuk tidak menghadiri acara silaturahmi tersebut.
Sesampainya di sana Marisa bertemu dengan orang-orang pecinta Allah yang hebat, ketebalan iman dan kecintaan pada Islam sudah melekat dalam lahir dan bathinnya. Marisa berharap tidak bertemu Faris, namun harapan itu meleset.
Ketika Marisa ingin menuju jalan pulang dari acara tersebut,terdengar suara yang sangat tak asing di telinganya.

Muslimah LOVE Mushola
“Marisa?” panggilnya.
“Iya?” jawabnya sembari menoleh ke arah sumber suara.
Marisa berhadapan dengan sosok laki-laki tampan, bertubuh tegap, berhidung mancung, rambut yang rapi, tersenyum sambil menempelkan kedua telapak tangan di depan dadanya.
“Faris ya? Assalamu’alaikum.” Marisa gugup dengan kepesonaannya sambil membalas salamnya tanpa berjabat.
“Wa’alaikum salam” mengangguk senyum dan jawab salamnya.
“Ada apa memanggil?
”Marisa sedikit penasaran.
“Sepatumu bagus, itu punyamu?” tanpa melihat sepatu karena Faridz sudah melihat sebelum memanggil Marisa.
“Iya, memangnya kenapa?” jawab Marisa heran
“Kalo boleh tahu dimana alamat orangtua anti?” sontak pertanyaan Faridz menyambar.
“Tanya begitu memangnya mau ngapain?”Marisa tambah heran.
“Ana akan segera mengkhitbah anti.”Hati Faris bersemangat dan tersipu malu tersorot wajahnya yang memerah.
“Kok bisa?Apa yang membuat anta begitu cepat ingin mengkhitbahku?”Marisa semakin bingung dibuatnya.
“Sepatu anti.”Jawabnya singkat, matanya menunjuk sepatu Marisa yang dikenakannya.

“Tolong jangan bercanda dalam masalah serius seperti ini.” Desak Marisa.
“Siapa yang bercanda wahai An-Nisaa, sepatumu yang setiap hari kulihat di rak sepatu Mushola kampusku, selama ini ana mencari orang yang memiliki sepatu itu, tapi belum kunjung bertemu, setiap kali ana melaksanakan sholat duha di Mushola, ana dengar lantunan ayat suci yang indah dari pemilik sepatu itu, tak ada lagi sepatu lain di rak itu, jadi sudah pasti antilah wanita yang selama ini ana cari.” jelas Faris.

“Jadi selama ini yang kalimat takbirnya membuat hati bergetar itu takbirnya anta? Anta yang setiap hari sholat duha di Mushola Firdaus?”Anta yang selama ini saya intip dari bawah gordeng Mushola Firdaus?”Tanya Marisa keceplosan.

“Kita satu Universitas?” Marisa tak kuasa menantang sinar bening di matanya tertetes kebahagiaan, hatipun sulit berdialog dengan bahasa apa yang mampu menggambarkan apa yang mereka harus utarakan.
Dengan berjalannya waktu mereka melangsungkan pernikahan diusia muda, Mereka tidak khawatir dengan masalah rezeki dan lain sebagainya nanti, Allah yang berhak mengatur makhluk-Nya. Kini mereka resmi menjadi sepasang suami istri.
Tidak lama kemudian mereka dikaruniai anak perempuan, mereka namai dengan nama Mushola. Sesuai dengan tempat di mana mereka dipertemukan oleh Allah.
“Itulah jawabannya Nak, mengapa kamu Bunda berinama Mushola. Ayah dengan Bunda sangat mencintai Mushola, Ayah dan Bunda dipertemukan di sana, malukah kamu Nak, Bunda berinama Mushola?” Jawaban yang penuh ketulusan.
“Enggak Bunda, Mushola enggak malu, maafkan Mushola jika sudah menyinggung Bunda dan Ayah.” Mushola memeluk Marisa begitu erat.
Mereka telah menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah.

Oleh : irma
di Komunitas Bisa Menulis


Hosting Unlimited Indonesia

0 comments:

Donate Bitcoin :
19QsXRcfUEKW9AVbGkJFB6WJPvn6uRboNr