"Assalamu'alaiku. Bu, saya diterima di Riyadh! Alhamdulillah, Allahu Akbar!"
Perempuan itu menatap layar ponselnya tak berkedip. Alhamdulillah.. desisnya dalam hati
"Wa'alaikumsalam, Alhamdulillah, Barakallah, Selamat berjuang kawan. Kau memang pandai."
"Bu, sebelum berangkat ke Riyadh, saya kembali dulu ke makassar. Ahad jam 6 pagi di Bandara AdiSudjipto. Kau bisa kan menemuiku sebelum berangkat?"
Menemui? Sungguhkah?
Batin perempuan itu tak menyangka. Ingin! ia ingin sekali. Ia memang belum pernah bertemu pemusa itu. Tapi.. duh, bagaimana ini? resah perempuan itu.
Baiklah, sekali ini sebelum berpisah.
"InsyaAllah bang.. saya sempatkan sebelum seminar"
Ia balas pesan itu dengan gemetar. Matanya pedih.
---------------------------------------------------------
7 tahun sudah lelaki itu merantau menimba ilmu di tanah jawa, di Kota Pelajar katanya. 6 tahun lalu pula perempuan itu mengenalnya secara tidak sengaja melalui media sosial. Ah.. sungguh cerita klasik ala abad 20. Laki-laki cerdas, khas pondok pesantren dengan celana cingkrang atau bersarung. Lisannya fasih melafadzkan ayatullah. Paket lengkap dambaan perempuan sholihah. Sementara perempuan iti adalah perempuan biasa saja, tidak pernah mengenyam jeruji pondok pesantren, biasa saja.
Perempuan yang diam-diam menyimpan rasa tak biasa, Ia amat pandai menyembunyikannya dibali derai tawa atau terkadang ia sulap perasaan itu menjadi tulisan-tulisan di web nya.
---------------------------------------------------------
Bandara Adi Sudjipto, Yogyakarta
30 menit sebelum keberangkatan.
Mereka berdua duduk berhadapan di sebuah kedai fast food dekat lorong keberangkatan. Hanya jeda, sepi bergelayut mengisi ruang hampa. Tidak ada genggam tangan apalagi saling menatap. Itu terlalu hina bagi mereka berdua.
"Selamat berjuang ya bang!"
Perempuan itu sekuat tenaga mengucapkannya dengan intonasi biasa saja, seolah tidak apa-apa. Bukannya malah berucap 'Jangan pergi, saya ingin terus bersama njenengan'.
"Yah, Heheheh tentu. Terimakasih sudah sering mendengarkan curhatan saya selama di penjara suci. Selamat berjuang juga"
--------------------------------------------------------
Lelaki itu mengucapkannya dengan mantap
"Sebentar lagi berangkat, bang. Kau hendak masuk duluan kah? Terimakasih sudah mengenal saya. Semoga persahabatan terlandaskan karena-Nya"
Sekali lagi perempuan itu berucap. Matanya tidak berani menatap lelaki di depannya, sambil memainkan ujung jilbabnya ia menyembunyikan matanya yang memanas.
"Ssstt.. bilang apa to? yasudah saya duluan ya! Tuh udah dipanggil, hehe. Selamat berjuang! Ohya, kasih kabar jika sudah bertemu Si Cingkran. Hehe"
Keduanya lalu berdiri, saling tatap sebentar lantas menunduk. Didepan gerbang keberangkatan keduanya menelangkupkan tangan di depan dada.
"Assalau'alaikum, Bu. Sampai jumpa lagi ya!"
"Wa'alaikumsalam warahmatullah, Bang. sampai jumpa"
Tidak ada peluk apalagi kata rindu diantara kedua indan itu. Mata perempuan itu tidak bisa menahan gejola itu lagi, Sambil menyebut asma-Nya berkali-kali..
"Semoga engkau selalu dalam Rahmat dan lindungan-Nya, Abang.."
---------------------------------------------------------
-Klaten, 13 April 2014
-Hanifah NS-
Hanifah Nitasari, punya obsesi lebih pada 'Lelaki ber-celana Cingkrang'
Hanifah Nitasari, punya obsesi lebih pada 'Lelaki ber-celana Cingkrang'
0 comments:
Post a Comment